Kamis, 03 April 2008

KCPSI, Bukan Hanya Bisa Menjadi Tukang Ojek Tapi Sopir Angkot!

Sehari setelah disahkannya Perubahan kedua atas UU No. 32/2004, di Denpasar dideklarasikan Koalisi Calon Perseorangan Seluruh Indonesia (KCPSI) Regional Bali. Hari itu menjadi sebuah perayaan bagi orang-orang yang terpecundangkan partai, karena dengan disahkannya UU tersebut berarti secara substansial tidak ada halangan bagi calon perseorangan untuk maju dalam pemilihan kepala daerah.


Begitu bersemangat orang-orang yang hadir disana. Orasi yang berapi-api oleh pembicara mengantarkan mereka terlarut dalam sebuah euforia kegembiraan merayakan kemenangan yudicial review yang dilakukan ke MK. Bagai sekelompok pasukan perang yang berada di benteng pertahanan terakhir namun akhirnya kembali bersemangat mengibarkan panji-panji karena memperoleh bantuan pasukan dan amunisi untuk melanjutkan kembali pertempuran.

Namun tak dapat tersembunyikan beberapa wajah gelisah di sudut ruangan. Barangkali ada pertanyaan baru yang akhirnya muncul di kepala mereka. Apa beda koalisi ini dengan partai secara esensial? Jika calon yang dipilih parpol dianggap sebagai calon yang terpilih demi kepentingan sekelompok orang lalu apakah calon-calon independen akan sanggup mewakili kpentingan yang lebih luas? Ataukah hanya akan menjadi semacam penyederhanaan jalan menuju pemilu tanpai harus capek-capek mendirikan partai terlebih dahulu?

Tak dapat dipungkiri sebagian besar masyarakat kita meragukan kredibilitas partai. Sehingga diterimanya calon perseorangan dalam pemilu merupakan angin segar bagi kegerahan masyarakat dalam berpolitik. Namun bagi saya tetap akan mengantarkan kita pada kondisi yang dilematis. Calon independen akan memberikan peluang bagi masyarakat untuk memilih calon yang dirasa mampu lebih menyalurkan aspirasinya. Bukan sebagai pemimpin yang dikendalikan parpol. Satu sisi hal ini akan berpengaruh pada disintegrasi. Seandainya calon independen pada akhirnya lebih dipercaya masyarakat maka akan sangat sulit melakukan sinkronisasi antar daerah dimana kebijakan parpol yang berskala nasional sudah tidak mendapat posisi tawar lagi. Masing-masing daerah akan membangun sesuai dengan kemauannya sendiri. Sesuai dengan kemauan pemimpinnya.

Satu hal yang lebih penting, semoga KCPSI tidak hanya menjadi terminal bagi pecundang-pecundang yang akhirnya berperan sebagai calo-calo politik. Jika itu terjadi maka sudah tak ada lagi bedanya dengan parpol. Bahkan KCPSI tidak hanya bisa sebagai tukang ojek yang bisa mengangkut satu penumpang tapi bisa menjadi sopir angkot yang sanggup memuat lebih banyak penumpang! (dap).

2 komentar:

ipied mengatakan...

KCPSI kupikir artinya Koalisi Calon Perserongan Seluruh Indonesia hehehehe.......

rupanya aku salah baca ternyata....

wakakakakaka....

kunjungi blog ku ya....

wendra wijaya mengatakan...

nah dap, aeng sube...!! asal da milu-milu dadi calo politik gen, hehehe.........

sukses bro!!!!!!!!