Senin, 26 Mei 2008

Pemanasan yang "Panas"

Jadwal pertandingan belum dimulai. Curi-mencuri start dengan alasan pemanasan menjadi hal yang "disahkan". Akhirnya suasana pun "memanas".

Minggu, 25 Mei 2008

Evaluasi Kitab Suci Untuk Penyelamatan Lingkungan

Keyakinan mengajarkan kita bahwa kehidupan terdiri dari tiga fase yaitu lahir, hidup dan mati. Tak boleh ada yang memungkiri itu. Demikian juga alam ini, diyakini berawal dari proses penciptaan, lalu keberadaannya hingga sekarang ini dan nantinya juga diyakini pasti akan sampai pada kehancurannya. Lalu untuk apa kita berusaha menyelamatkan lingkungan jika memang nantinya sudah pasti akan rusak atau hancur. Akhirnya kita berpendapat bahwa segala gerakan penyelamatan lingkungan hanyalah usaha untuk mengulur-ulur waktu tibanya kehancuran tersebut.

Agama yang selalu mendoktrinkan pada umatnya tentang kebesaran Tuhan seringkali akhirnya berdampak pada timbulnya pola pikir pesimis pada umat manusia. Pemikiran bahwa hidup pada hakikatnya adalah penderitaan merupakan sebuah pola pikir hasil doktrin tesebut. Akhirnya nilai-nilai dalam agama selalu membatasi ruang gerak kreativitas manusia. Sebagai contohnya adalah penolakan terhadap teknologi kloning yang bagi golongan agamis merupakan sebuah usaha untuk menandingi kebesaran Tuhan. Padahal sejatinya bagi golongan yang berpola pikir liberal penundaan teknologi kloning, khususnya bagi manusia hanyalah masalah status sosial nantinya bagi manusia-manusia hasil kloning tersebut. Masih melalui tahap perenungan filosofis secara realistis tentunya.

Tak dapat dipungkiri bahwa penemuan-penemuan mutakhir berawal dari keberanian manusia untuk melakukan terobosan-terobosan terhadap doktrin-doktrin agama. Copernicus dihukum karena berpendapat bahwa bumi itu bulat dan menentang teori geosentris. Da Vinci dengan pemikiran briliannya menerobos keyakinan bahwa hanya dewa yang bisa terbang walaupun sketsa sayap berputarnya baru baru dapat diwujudkan berabad lamanya setelah Wilbur bersaudara berhasil menciptakan pesawat terbang. Da Vinci juga yang pertama kali melakukan otopsi dengan mencuri mayat di kuburan lalu melukis hasil pembedahan tersebut. Ia tidak langsung mempublikasikan sketsa anatominya tersebut, gereja pasti akan memancungnya karena membedah mayat merupakan perbuatan yang dilarang.

Agama adalah wahyu Tuhan yang akhirnya diinterpretasikan oleh manusia menjadi kitab suci. Sebagai sebuah interpretasi tentunya sangat korelatif dengan perkembangan zaman. Secara hakiki nilai-nilainya sangat mulia dan bahkan nilai yang sangat mendasar tersebut bisa diterapkan selamanya. Sehingga adalah benar pendapat bahwa nilai-nilai luhur dalam agama apapun itu abadi sifatnya. Namun nilai-nilai dasar tersebut abstrak sifatnya dan sangat umum dimiliki oleh semua agama, ketika manusia menginterpretasikan menjadi bentuk-bentuk perilaku konkret disitulah muncul interpretasi-interpretasi yang harus dipertimbangkan relevansinya.

Akhirnya, sangat tidak adil bagi kita jika kita menganggap orang yang melakukan tindakan di luar nilai-nilai kitab suci sebagai orang yang anti Tuhan atau orang yang tidak beragama. Bahkan bisa dikatakan bahwa orang-orang tersebut adalah orang dengan pemahaman agama yang lebih cerdas dan memiliki keyakinan bahwa Tuhan begitu luar biasa, selalu memiliki teka-teki dan dengan kecerdasannya yang merupakan karunia-Nya, manusia wajib memecahkan teka-teki tersebut. Walaupun akhirnya selalu muncul teka-teki baru, manusia harus selalu berusaha memecahkan sebagai sebuah kewajiban sebagai umat-Nya. Tentunya hal ini akan semakin “mengkaribkan” antara manusia dengan penciptanya. Sehingga, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa tindakan tersebut mengurangi keyakinannya terhadap keberadaan Tuhan.

Jika telah berhasil membangun pola pikir yang demikian maka tak ada alasan untuk pesimis dalam usaha penyelamatan alam. Kita harus yakin bahwa alam ini akan terus berlanjut seandainya manusia mau mempertahankannya. Dengan karunia intelektualitas, manusia wajib berusaha semaksimal mungkin. Jika dalam keyakinan kita bahwa kiamat akan datang setelah bumi dihantam meteor, intelektualitas kita sudah harus mampu membelokkan meteor tersebut atau menghancurkannya. Jika menurut Einstein energi matahari akan habis sejalan dengan postulatnya, energi sama dengan hasil kali antara massa dengan kuadrat konstanta alam raya maka pada waktunya matahari akan mati, saat itu seharusnya intelektualitas manusia sudah mampu mencari sumber energi lain. Entah dengan membawa bumi ke orbit lain misalnya. Ataukah kita beramai-ramai pindah ke planet atau tata surya lain. Bahkan kemajuan teknologi pastilah nantinya mampu membuat manusia hidup terus. Penemuan alat pemicu jantung, ginjal buatan, teknologi anti penuaan, dan organ-organ sintesis lainnya adalah arah menuju keabadian. Kita harus optimis! Apa sih yang tidak mungkin dalam hidup ini?!

Sebelum terlalu banyak membayangkan kehidupan yang ekstrem tersebut lebih baik kita merenung lebih dalam lagi. Adakah kesempatan manusia untuk mengembangkan intelektualitasnya hingga kesana? Ataukah bumi ini telah hancur duluan bukan akibat dari kiamat sebagaimana tercantum dalam kitab suci tapi akibat ulah manusia yang begitu eksploitatif terhadapnya? Semoga dengan optimisme bahwa kehidupan akan berlanjut terus jika manusia mau mempertahankannya akan semakin membangkitkan semangat untuk menyelamatkan lingkungan. (dap)

Kamis, 15 Mei 2008

Akhir Sejarah Suku Bugis Sebagai Bangsa Pelaut di Serangan

Setelah pendulang itu datang
Mengayak setiap butir pasir
Bersama terumbu masa lalu
Menenggelamkan laut

Setiap bulan purnama
Tak ada lagi kura-kura
bersedia mampir ke jaba pura
Telurnya telah pecah dalam rahim
didentum musik pesta

Perahu retak tergeletak di ladang
Anak-anak sudah lupa akan asin laut
Genangan keringat ayahnya
Tak cukup menjadi kolam
Tempat belajar berenang

Di pulau emas ini
Sejarah pelaut bangsaku berakhir

Serangan, April 2008

Rabu, 14 Mei 2008

Pariwisata dan Stagnasi Seni Budaya Bali

Sudah hampir tiga dasawarsa pariwisata menjadi andalan perekonomian Bali. Sehingga terbentuk sebuah prinsip dalam pemikiran orang Bali bahwa kita akan menjadi berhasil dalam hidup jika mampu menjadi bagian dari pariwisata itu. Kondisi ini menghegemoni orang Bali untuk berprilaku industri. Segala sumber daya harus dikemas sedemikian rupa untuk dijadikan komoditas pariwisata.

Demikian halnya dibidang seni budaya, jarang sekali seniman muda Bali yang mau melakoni kesenian dengan mengabdi pada kesenian itu sendiri. Sedikit sekali yang berkesenian secara ikhlas sehingga seni budaya Bali menuju pada posisi stagnasi. Kecil kemungkinan lahirnya kreasi atau bentuk baru.

Ada semacam ketakutan dari sebagian besar pelaku kesenian, karyanya tidak laku. Jiwa materialis yang dibentuk doktrin industri menyebabkan seniman tari dan tabuh harus mempertimbangkan karyanya laku tidak dipentaskan di hotel. Seniman lukis sibuk membaca selera pasar, lakukah atau adakah nanti galeri yang akan mengkurasinya.

Bukan hanya dalam kesenian-kesenian yang termasuk mayor di Bali, dalam kesenian-kesenian minor yaitu seni modern juga mengalami stagnasi. Memang ini bukan pengaruh pariwisata secara langsung namun tidak terlepas dari ketidakkreatifan lagi orang Balifollow the leader yang tertanam melalui doktrin industri. Apa yang laku lalu diproduksi massal! Puisi-puisi yang tercipta seolah-olah terjebak pada sebuah mazab yang berlaku dan dianggap puisi baik. Teater yang dipentaskan sangat monoton dan itu-itu saja. Pemahaman terhadap film hanya sebatas sinetron dan kesemuanya terjebak hanya pada diskusi teknis. akibat dari budaya

Anehnya
mereka tetap asyik dan merasa sudah cukup mapan dalam berkesenian. Mungkin mereka sudah merasa bahwa seni di Bali sudah sempurna dan menjadi ukuran seni yang “baik dan benar”. Diskusi-diskusi tidak terlalu mendapat perhatian. Justru kesannya bagaimana mereka mendapatkan perhatian, dalam hal ini pasar. Siapa pun tahu Bali sangat kaya sumber daya seni budaya sehingga layak disebut sebagai laboratorium kebudayaan Indonesia yang semestinya mampu melahirkan seni-seni budaya baru yang sifatnya memperkaya khazanah budaya yang telah ada. Namun, akhirnya hanya menjadi dapur industri seni budaya itu sendiri. (dap)

Dunia Delapan Tahun

Dunia delapan tahun
Adalah alasan berkata bisu

Beriring seirama
Melangkah searah
Begitu mutlakkah?
Hingga jarak tak mampu membuat rentang
Siapa menunggu siapa?

Mungkinkah ada persinggungan
Pada dimensi yang berbeda itu?

Teater Angin, 2008

Senin, 12 Mei 2008

Negeri Perempuan ala Teater Topeng

Jika Teater Angin memilih mengikuti lomba di Semarang sebagai upaya untuk mempertahankan geliatnya dalam berteater setelah LDM tidak dilombakan dalam PSR tahun ini, maka Teater Topeng tidak mau ketinggalan. Teater sekolah SMA 2 Denpasar ini memilih melakukan pentas tunggal, Sabtu 26 April kemarin.
Halaman RRI Denpasar menjadi pilihan setelah beberapa tempat yang biasanya dipakai pentas teater penuh karena memang hari itu banyak sekali agenda kebudayaan digelar di Denpasar. Walaupun dilaksanakan di halaman terbuka secara sederhana namun semangat tinggi nan ceria ala Teater Topeng tetap terlihat.

Mereka mengambil naskah berjudul Negeri Perempuan karya Sonia. Garapannya dikemas dengan sangat realis. Sentuhan komedi dalam setiap adegannya membuat puluhan penonton yang didominasi anak-anak teater sekolah lainnya bertahan hingga adegan terakhir yang berlangsung hampir selama satu jam.

Agaknya sudah menjadi ciri khas Teater Topeng tampil dengan gayanya yang ringan-ringan. Setiap adegan ditampilkan secara vulgar sehingga mudah dicerna penonton. Namun lemahnya, tidak ada pendalaman karakter dalam setiap tokohnya. Semua karakter terlihat sama. Ketika adegan menunjukkan kaum laki-laki yang berkuasa, semua karakter laki-laki menjadi galak. Demikian juga sebaliknya pada adegan kaum perempuan berkuasa. Tidak ada usaha untuk menggali karakter secara lebih detail. Hampir tidak ada pembedaan karakter secara individu.

Kekerasan selalu ditunjukkan dengan cara memukul, menendang atau menampar lawan mainnya. Kemarahan selalu diluapkan dengan berteriak dan menghujat. Semuanya dilakukan tanpa kontrol. Sehingga sering menghasilkan kecelakaan panggung. Penonton pun dibuat khawatir akan sakit yang diterima aktor atau aktris akibat tamparan, tendangan dan pukulan lawan mainnya. Bagaimanapun akting semestinya kontrol harus tetap dilakukan. Bahkan, akting akan kelihatan lebih berhasil jika aktor atau aktris berhasil juga mensiasati adegan dengan kontrolnya. Seandainya aktor atau aktris harus berakting tidur apakah mereka harus benar-benar tidur, begitulah teorinya Stanislavsky.

Namun dibalik kelemahan-kelemahan itu ada hal positif yang perlu kita catat. Teater Topeng termasuk teater yang masih muda jika dibandingkan dengan teater sekolah seperti Teater Angin SMA 1 Denpasar namun tetap eksis dan dengan semangat tinggi. Masih terus bergeliat walaupun LDM PSR ditiadakan. Bravo Topeng!! (dap)

Suara-Suara Skizofrenia

Dengan pita miniDV kurekam suara Tuhan
Tak ada gambar hanya samar-samar
Terdengar seperti serak basah suaramu:

“Malam, izinkanlah ia menangkap sedikit saja wajahku…”
(Tapi benar-benar tak cukup cahaya
Hingga pagi tiba dengan berjuta pantul warna)

Suara itu ternyata hanya suara tuhan
dokumenter televisi dalam hatiku

(akasia,2008,larut sekali)

Premiere Screening di Buungan - Bangli

Minggu, 27 April 2008, sebuah desa yang biasanya sepi terutama di malam hari mendadak begitu ramai. Buungan nama desa itu. Hampir seluruh warga, laki-laki-perempuan, tua-muda, semua berkumpul di balai banjar desa yang terletak di Kabupaten Bangli itu. Bagaimana tidak, sebuah acara langka digelar di desa itu: pemutaran perdana film!
Bukan hanya sekedar pemutaran film yang membuat warga begitu antusias namun juga karena film tersebut mengambil syuting di desa tersebut dan melibatkan beberapa warga disana. Warga begitu riuh rendah ketika melihat kawan atau keluarganya muncul di layar.
Acara tersebut digagas oleh yayasan Idep bekerjasama dengan Kelompok 108. Film-film bertemakan bencana tersebut bertujuan untuk mensosialisasikan cara-cara penanggulangan jika terjadi bencana. Acara dimulai dengan pre-test dan setelah menonton film dilanjutkan dengan post test. Suasana begitu akrab hingga akhir acara makan-makan dan door prize DVD film tersebut. (dap)

Tiga Bulan Setelah Nyonya Tua Dicuri Orang

Nyonya tua,
Tadi malam aku bermimpi
Kau telah dimutilasi
Dijual ecer di emper-emper

Nyonya tua,
Aku lebih khawatir lagi
Kau hanya dipakai mengetik skripsi
Kau pasti sakit hati

Nyonya tua,
Bagiku kau janda muda
Aku merindukanmu
Pulanglah…
Perjakai aku…

(akasia,mei 2008)

Jumat, 09 Mei 2008

Teater Angin, Teater Sekolah Terbaik se-Indonesia

Tidak sia-sia apa yang dilakukan dengan kerja keras oleh Teater Angin. Teater sekolah SMA 1 Denpasar ini mampu meraih apa yang diimpikannya: Teater Sekolah Terbaik Nasional! Gelar itu memang pantas kita predikatkan setelah mereka berhasil meraih empat juara terbaik dalam tujuh kategori yang dilombakan dalam lomba drama modern tingkat SMA/SMK di Semarang akhir bulan lalu.
Sangat tepat sekali Teater Angin memainkan naskah Calonarang karya Putu Wijaya. Naskah yang memberi kesempatan untuk menyajikan unsur-unsur nilai lokal Bali yang dikombinasikan dengan nilai-nilai budaya modern barangkali merupakan sebuah nilai lebih pementasan tesebut.
Teater Angin berhasil tampil sebagai penyaji terbaik, aktor terbaik, aktor pembantu terbaik dan sutradara terbaik. Sebuah hasil yang mengagumkan bagi sebuah kelompok teater sekolah yang baru kali pertama tampil di pentas nasional. Punyakah mereka impian untuk tampil di pentas dunia?(dap)

Kamis, 08 Mei 2008

“Bokepmu dimana, Bli Dap?”

Masih saja kau berusaha mengilusi kelaminmu
Yang akan memperingin
Kau memperlekas lepas perjakamu
Untuk kesekian kalinya hari ini

(kos mas tom, 2008)