Selasa, 30 Desember 2008

Dishub Buleleng Bobrok oleh Petugas Busuk!!


Rabu, 26/11 kemarin, saya menghadiri peluncuran buku seorang kawan di kampus Undiksha, Buleleng. Berangkat bersama kawan namun karena kawan saya itu langsung pulang ke Jembrana, saya balik ke Denpasar naik angkutan umum.

Seorang kawan mengantar sampai ke Terminal Sukasada. Pemandangan umumnya terminal di Bali pasca merajalelanya sepeda motor juga saya temui disana. Hanya belasan angkot jenis mikrobus tampak berbaris menunggu antrian di terminal keberangkatan. Ukurannya yang lumayan luas, membuat terminal itu tampak sangat sepi. Tidak seperti terminal-terminal di tahu 80-an dimana terminal identik dengan hiruk-pikuk manusia. Bahkan, tak satu pun pedagang keliling tampak di terminal itu.

Seorang laki-laki berkepala gundul mengenakan seragam Dinas Perhubungan (Dishub) mempersilahkan dan bahkan mengantarkan saya ke sebuah mikrobus tujuan Denpasar. Angkot yang berada di antrean terdepan tersebut sudah berisi 7 orang penumpang, yang jikalau berpatokan pada kapasitas angkut orang yang tertera pada uji kir di badan angkot artinya setengah dari kapasitanya sudah terisi. Sangat baik hati petugas Dinas Perhubungan itu, pikir saya dalam hati.

Namun kejanggalan mulai muncul tatkala petugas tersebut terlihat terlalu baik hati. Petugas itu membantu seorang penumpang mengangkat barang-barang bawaannya ke dalam angkot. Wah, ternyata petugas Dishub tersebut nyambi menjadi makelar penumpang.

Setelah hampir satu jam saya duduk di dalam angkot, calon penumpang ke-14 akhirnya datang. Seperti sebelumnya, petugas Dishub itu membantu membawakan barang-barangnya. Saat petugas itu memasuki angkot saya iseng bertanya, jam berapa angkot ini akan berangkat. Petugas itu mengatakan bahwa angkot akan berangkat setelah tempat duduknya penuh. Padahal tempat duduk sudah sangat penuh dan saya bersama penumpang-penumpang lainnya sudah sesak oleh barang-barang.

Kembali saya bertanya, memangnya berapa kapasitas angkot ini. Petugas itu mengatakan kapasitasnya empat belas. Lalu saya menunjuk daya angkut angkot itu yang tertera di badan kendaraan, daya angkutnya cuma 14 orang. Dengan polos ia menjawab, “Itu khan aturannya, kenyataannya tempat duduknya 17!” sambil ia memasang tiga buah kursi tambahan yang sangat tidak layak di lorong angkot. “Bapak tidak ditugaskan menegakkan aturan itu, Pak?” tanya saya. Ia menjawab, “Tidak ada atasan memerintahkan saya.”

Saya tidak memperpanjang pertanyaan saya lagi. Selanjutnya petugas itu datang lagi dan berkata, “Bapak-bapak dan Ibu-Ibu hari sudah sore tapi mobil ini belum penuh bagaimana kalau kita berangkat sekarang tapi ongkosnya jadi nambah 5 ribu untuk mengganti kursi yang kosong ini.” Kontan saja semua penumpang menolak dan protes terhadap petugas itu. Namun ia tak menanggapi bahkan berkata, “Ya sudah, malam kita berangkat!” Beberapa penumpang mulai kesal dan ada yang memprovokasi agar kami keluar saja.

Beberapa saat kemudian, petugas itu datang lagi dan memerintahkan agar kami membayar ongkos sebesar 20 ribu sebelum angkot berangkat. Beberapa penumpang protes karena biasanya ongkos dibayar setelah sampai di tujuan. Namun petugas itu bersikeras agar semua penumpang segera membayar.

Di depan kami semua tampak ia memberikan uang hasil pungutannya tersebut kepada laki-laki yang ternyata sopir angkot itu. Sebagian uang tersebut dimasukkan ke tas pinggangnya. Setelah hampir dua jam menunggu angkot berangkat dengan total 21 orang termasuk dua anak-anak, sopir dan kenek ditambah barang-barang. Perjalanan berliku nan terjal Singaraja-Denpasar kami lalui dengan sangat was-was.

Sebenarnya saya cukup maklum terhadap perilaku pengelola angkot kenapa angkot harus dipaksa melebihi kapasitas, mengingat harga BBM yang sangat tinggi. Yang sangat saya sayangkan adalah perilaku busuk petugas Dishub di terminal tersebut. Tidak akan terlalu dipermasalahkan jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang biasa dan tentunya masyarakat khususnya penumpang pasti sangat permisif. Namun di Terminal Sukasada, Singaraja, Buleleng-Bali, petugas Dishub yang semestinya menertibkan terminal untuk menjaga keamanan, kenyamanan dan keselamatan para pengguna angkutan umum justru menjadi makelar penumpang dan ia mengambil keuntungan dengan menjejalkan penumpang ke dalam angkot yang telah melewati kapasitas.

Bercermin dari kasus ini kita dapat melihat betapa bobroknya kinerja Dishub. Tidak perlu heran jika banyak kecelakaan angkutan umum baik di darat, laut maupun di udara yang disebabkan oleh ketidakdisiplinan para penyelenggara layanan angkutan umum, dimana Dishub adalah pengawasnya. (dap)

Jumat, 19 Desember 2008

Kalian Ingat N.H. Dini? Dia Butuh Bantuan Anda...


Siapa tak kenal NH. Dini? Pengarang perempuan yang menulis Pada Sebuah Kapal (1972), La Barka (1975), Namaku Hiroko (1977), Orang-orang Tran (1983), Pertemuan Dua Hati (1986), Hati yang Damai (1998). Nama sebenarnya Nurhayati Hardini, tapi orang kemudian mengenalnya NH. Dini.

Menjadi pengarang di usia tua tidaklah mudah. Baru di umurnya yang lanjut, ia menerima royalti honorarium yang hanya cukup menutupi biaya hidup sehari-hari. Tahun-tahun sebelumnya ia mengaku masih menjadi parasit. Ia banyak dibantu oleh teman-temannya untuk menutupi biaya makan dan pengobatan.

Tahun 1996-2000, ia sempat menjual-jual barang. Dulu, sewaktu masih di Prancis, ia sering dititipi tanaman, kucing, hamster, kalau pemiliknya pergi liburan. Ketika mereka pulang, ia mendapat jam tangan dan giwang emas sebagai upah menjaga hewan peliharaan mereka. Barang-barang inilah yang ia jual untuk hidup sampai tahun 2000.

Dini kemudian sakit keras hepatitis-B selama 14 hari. Biaya pengobatannya dibantu oleh Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto. Karena ia sakit, ia juga menjalani USG, yang hasilnya menyatakan ada batu di empedunya. Biaya operasi sebesar tujuh juta rupiah serta biaya lain-lain memaksa ia harus membayar biaya total sebesar 11 juta.

Di usia senja, beliau kini tinggal di Wisma Langen Werdhasih, Ungaran (Rumah Lansia) dan sedang mengalami kesulitan dana untuk membiayai kesehatannya. Oleh karena itu, beliau hendak menjual lukisannya yang bergaya dekoratif Tionghoa seharga 3-7 juta.

Nah, jika kamu berminat, silakan hubungi Ariany Isnamurti di 08179883592. Jika belum berminat, tolong bantu sebarkan informasi ini saja.

Yuk, kita berbuat sesuatu untuknya dan juga kepada pengarang-pengarang lanjut usia lainnya. Aku pikir mereka pasti akan senang dikunjungi oleh para pembacanya...


Kamis, 18 Desember 2008

Post 1st Coitus Syndrome



Sudah malam, seorang remaja laki-laki, belum juga pulang. Begitu gelisah di dalam ruang kelasnya. Akhirnya merasa lega setelah menerima sebuah SMS.

Surabaya 13 Minutes Film Festival (S13FFEST 2007)
4 Video Art Official Selection Ganesha Film Festival (GANFFEST) 2008

Dari Gatel 2008

Teater Orok

Teater Topeng

Teater Antariksa

Teater Creamer Box

Ada beberapa foto large size untuk setiap pementasan ini, buat kawan yang ingin memilikinya hubungi saja saya. IDR 50.000,- per jepret buat bayar cicilan kamera hehe...


kepalaku pusing... eksperimen aja... eh, jadi mirip hantu (bawah)... dijadikan cover buku kayaknya oke...

Rabu, 12 November 2008

Killing Me Softly



Segala sesuatu baik material maupun immaterial yang kita masukkan ke dalam tubuh itulah yang membunuh kita secara perlahan...


2007 Surabaya 13 Minutes Film Festival (S13FFEST 2007)

Senin, 28 Juli 2008

Suatu Hari Ketika Aku Harus Refreshing


Tak kupetikkan kau edelweis, sayang…
Aku tak mau keabadian ini
Menjadi lambang tanpa akhir
Penantian yang tak pasti kita

Puncak Batur, 2008

Kehidupan Minor di Surga Dunia

Siapa pun pasti takkan menyangkal eksotisme yang ditawarkan panorama puncak gunung Batur. Begitu banyak pilihan lereng terjal yang menegangkan untuk ditaklukkan. Setiap puncak yang dilalui selalu mengajak untuk menetap lebih lama, tidak ingin pulang! Berangkatlah dini hari agar dapat menikmati sunrise. Jika kita melihat sunrise di samudra pantulannya berada di atas laut namun dari puncak Batur pantulan sunrise berada di atas embun yang belum cukup suhu mengangkatnya dari dasar lembah. Sebuah ritual alam yang sangat mengagumkan!

Di balik semua keindahannya, ternyata di surga itu ada kehidupan-kehidupan minor yang memprihatinkan. Merambahnya pembangunan ternyata tidak segencar niat wisatawan untuk menikmati alam Batur. Paling tidak ada 3 warung di puncak gunung dan 2 warung di lereng yang menunjukkan sebuah perjuangan hidup yang luar biasa. Kaki-kaki tua terlatih mereka mampu mengantarkan coca-cola ke puncak hanya dalam waktu sejam saja! Padahal idealnya dibutuhkan waktu 3 jam untuk mencapai puncak.

Kemiskinan, itulah alasan klise yang memaksa mereka memilih hidup setangguh itu. Walaupun disadari atau tidak usaha ilegal tersebut dapat merusak alam sekitarnya. Bukan hanya hutan lindung yang dibuka untuk membangun warung tetapi akhirnya mereka juga memelihara sapi disana. Pohon-pohon kecil dirabas untuk diambil daunnya sebagai pakan ternak dan kayunya dijadikan kayu bakar. Kata “Dilarang” tentunya takkan mudah diaplikasikan dalam masyarakat adat yang “rasa memiliki”-nya sudah terbentuk beratus tahun-tahun. Demikian juga pada masyarakat di sekitar gunung Batur. Diperlukan sebuah solusi yang lebih dari sekedar aturan hukum yang bersifat memaksa.

Di kaki gunung aku bertemu seorang anak, mengaku bernama Riandika, kelas satu SD, dari keluarga yang terlihat sangat miskin. Makan jambu dan pisang dengan tangan yang kotor. Kakinya tanpa sandal ditenggelamkan ke dalam debu. Mengaku bersekolah sangat jauh dan terbiasa tanpa sandal atau sepatu. Setiap kamera diarahkan padanya dengan sangat sadar kamera ia tersenyum. Keramahannya membuatku mengeluarkan dompet, aku beri dia lima ribu. Tapi aku tidak mau melakukan pembodohan dan berpesan agar jangan sekali-kali minta uang pada wisatawan, keramahannya cukup membuat wisatawan memberimu sesuatu. Dengan bahasa daerah yang panjang lebar tentunya dengan harapan membuatnya mengerti. (dap)

Klise sekali sebenarnya yang aku tulis ini

Minggu, 13 Juli 2008

Mori's 1st Time


Di lapangan bulutangkis kemarin, kami sesama penggemar anjing (apa hubungan penggemar anjing dengan lapangan bulutangkis?) ngobrol santai sambil mengeringkan keringat.
"Ang, anjingku si Mori akhirnya kawin!," kalimatku pada Aang seorang kawanku.
"Wah, keperawanan Mori hilang begitu saja karena ambisi majikannya!" kata Aang.
"Haha... lucunya khan udah aku serahkan keperawanan anjingku, bayar pula 1,5 juta!" sambungku.
"Anjing memang ga mengenal 'pri kemanusiaan', Dap!" sahut Aang.
"Benar Ang! Lebih mahal dari manusia untuk hal 'begituan' " sambungku lagi.

Tekling, Ringin, Sena, pacarnya Ringin, Surya, Frida : "Hahahaha.....!"

Nb. Yang mulai tertarik mencintai Golden n Rottweiler koling2 yaw.... (dap)

Cerita Seperempat Abad

Besok bulan Juli
Pantas udara dingin sekali
Suasana semakin meredup
bersama lelah lampu-lampu
yang mulai kehabisan minyaknya

Uap-uap yang terhembus dalam setiap ucap
Adalah bahagia dan panik
Keluarga itu

Binter di-starter
Menerabas rumput tinggi-tinggi
jalan tanah Jeruk Mancingan
basah, licin dan tak bermerkuri
di malam terakhir bulan Juni yang berkabut
tergelincir adalah lebih dari sekedar rasa sakit!
tak ada alasan
pandangan lepas dari sorot lampu bulat binter itu

”Hyang Widhi, mudahkanlah istriku
Menjalankan tugasnya sebagai seorang ibu...”

Di rumah bidan itu
Putra kedua mereka lahir
bersama kokok ayam pertama

Arti, 5am, 1 Juli 2008

Selasa, 10 Juni 2008

Suara-Suara Skizoprenia (2)


Kipasan kertas Mas Tomo di wajah
Mempura-puratidurkanku
Yang belum selesai nge-blog
Dengan laptop yang tidak ada
“Pemain pedang itu datang!”
“Kau adalah bunga mimpinya…”

Laki-laki besar disampingku
Mempunggungi punggungku
Kasur seharusnya tak cukup
Perasaanku: terlalu hitam untuk Mas Dedi

Ini sungguh nyata
Kafan menjuntai dari plafon
Digantung tali ijuk
Berajah wajah-wajah wayang
Apa artinya?

Bergeliat dengan penuh kesadaran
Berontak pada kaku badan
“Tak ada Tuhan disitu!”
“Malaikatmu adalah kamu!”
Tali ijuk putus
Tubuh terbalut kafan berajah wajah-wajah wayang

Handphone lowbath di atas karpet terasa di celana
Menggetar-getarkan realita
Sekujur basah dibalur keringat
Begitu dingin ditiup kencang angin subuh
Dari jendela yang terkunci rapat
Dijaga seekor kucing tak berkelamin
Sementara pohon di halaman terlihat beku

Aku yakin
Tak ada hubungannya dengan rangda dan barong bangkung
Kami begitu karib semalam

Arti, 9 Juni 2008

Senin, 26 Mei 2008

Pemanasan yang "Panas"

Jadwal pertandingan belum dimulai. Curi-mencuri start dengan alasan pemanasan menjadi hal yang "disahkan". Akhirnya suasana pun "memanas".

Minggu, 25 Mei 2008

Evaluasi Kitab Suci Untuk Penyelamatan Lingkungan

Keyakinan mengajarkan kita bahwa kehidupan terdiri dari tiga fase yaitu lahir, hidup dan mati. Tak boleh ada yang memungkiri itu. Demikian juga alam ini, diyakini berawal dari proses penciptaan, lalu keberadaannya hingga sekarang ini dan nantinya juga diyakini pasti akan sampai pada kehancurannya. Lalu untuk apa kita berusaha menyelamatkan lingkungan jika memang nantinya sudah pasti akan rusak atau hancur. Akhirnya kita berpendapat bahwa segala gerakan penyelamatan lingkungan hanyalah usaha untuk mengulur-ulur waktu tibanya kehancuran tersebut.

Agama yang selalu mendoktrinkan pada umatnya tentang kebesaran Tuhan seringkali akhirnya berdampak pada timbulnya pola pikir pesimis pada umat manusia. Pemikiran bahwa hidup pada hakikatnya adalah penderitaan merupakan sebuah pola pikir hasil doktrin tesebut. Akhirnya nilai-nilai dalam agama selalu membatasi ruang gerak kreativitas manusia. Sebagai contohnya adalah penolakan terhadap teknologi kloning yang bagi golongan agamis merupakan sebuah usaha untuk menandingi kebesaran Tuhan. Padahal sejatinya bagi golongan yang berpola pikir liberal penundaan teknologi kloning, khususnya bagi manusia hanyalah masalah status sosial nantinya bagi manusia-manusia hasil kloning tersebut. Masih melalui tahap perenungan filosofis secara realistis tentunya.

Tak dapat dipungkiri bahwa penemuan-penemuan mutakhir berawal dari keberanian manusia untuk melakukan terobosan-terobosan terhadap doktrin-doktrin agama. Copernicus dihukum karena berpendapat bahwa bumi itu bulat dan menentang teori geosentris. Da Vinci dengan pemikiran briliannya menerobos keyakinan bahwa hanya dewa yang bisa terbang walaupun sketsa sayap berputarnya baru baru dapat diwujudkan berabad lamanya setelah Wilbur bersaudara berhasil menciptakan pesawat terbang. Da Vinci juga yang pertama kali melakukan otopsi dengan mencuri mayat di kuburan lalu melukis hasil pembedahan tersebut. Ia tidak langsung mempublikasikan sketsa anatominya tersebut, gereja pasti akan memancungnya karena membedah mayat merupakan perbuatan yang dilarang.

Agama adalah wahyu Tuhan yang akhirnya diinterpretasikan oleh manusia menjadi kitab suci. Sebagai sebuah interpretasi tentunya sangat korelatif dengan perkembangan zaman. Secara hakiki nilai-nilainya sangat mulia dan bahkan nilai yang sangat mendasar tersebut bisa diterapkan selamanya. Sehingga adalah benar pendapat bahwa nilai-nilai luhur dalam agama apapun itu abadi sifatnya. Namun nilai-nilai dasar tersebut abstrak sifatnya dan sangat umum dimiliki oleh semua agama, ketika manusia menginterpretasikan menjadi bentuk-bentuk perilaku konkret disitulah muncul interpretasi-interpretasi yang harus dipertimbangkan relevansinya.

Akhirnya, sangat tidak adil bagi kita jika kita menganggap orang yang melakukan tindakan di luar nilai-nilai kitab suci sebagai orang yang anti Tuhan atau orang yang tidak beragama. Bahkan bisa dikatakan bahwa orang-orang tersebut adalah orang dengan pemahaman agama yang lebih cerdas dan memiliki keyakinan bahwa Tuhan begitu luar biasa, selalu memiliki teka-teki dan dengan kecerdasannya yang merupakan karunia-Nya, manusia wajib memecahkan teka-teki tersebut. Walaupun akhirnya selalu muncul teka-teki baru, manusia harus selalu berusaha memecahkan sebagai sebuah kewajiban sebagai umat-Nya. Tentunya hal ini akan semakin “mengkaribkan” antara manusia dengan penciptanya. Sehingga, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa tindakan tersebut mengurangi keyakinannya terhadap keberadaan Tuhan.

Jika telah berhasil membangun pola pikir yang demikian maka tak ada alasan untuk pesimis dalam usaha penyelamatan alam. Kita harus yakin bahwa alam ini akan terus berlanjut seandainya manusia mau mempertahankannya. Dengan karunia intelektualitas, manusia wajib berusaha semaksimal mungkin. Jika dalam keyakinan kita bahwa kiamat akan datang setelah bumi dihantam meteor, intelektualitas kita sudah harus mampu membelokkan meteor tersebut atau menghancurkannya. Jika menurut Einstein energi matahari akan habis sejalan dengan postulatnya, energi sama dengan hasil kali antara massa dengan kuadrat konstanta alam raya maka pada waktunya matahari akan mati, saat itu seharusnya intelektualitas manusia sudah mampu mencari sumber energi lain. Entah dengan membawa bumi ke orbit lain misalnya. Ataukah kita beramai-ramai pindah ke planet atau tata surya lain. Bahkan kemajuan teknologi pastilah nantinya mampu membuat manusia hidup terus. Penemuan alat pemicu jantung, ginjal buatan, teknologi anti penuaan, dan organ-organ sintesis lainnya adalah arah menuju keabadian. Kita harus optimis! Apa sih yang tidak mungkin dalam hidup ini?!

Sebelum terlalu banyak membayangkan kehidupan yang ekstrem tersebut lebih baik kita merenung lebih dalam lagi. Adakah kesempatan manusia untuk mengembangkan intelektualitasnya hingga kesana? Ataukah bumi ini telah hancur duluan bukan akibat dari kiamat sebagaimana tercantum dalam kitab suci tapi akibat ulah manusia yang begitu eksploitatif terhadapnya? Semoga dengan optimisme bahwa kehidupan akan berlanjut terus jika manusia mau mempertahankannya akan semakin membangkitkan semangat untuk menyelamatkan lingkungan. (dap)

Kamis, 15 Mei 2008

Akhir Sejarah Suku Bugis Sebagai Bangsa Pelaut di Serangan

Setelah pendulang itu datang
Mengayak setiap butir pasir
Bersama terumbu masa lalu
Menenggelamkan laut

Setiap bulan purnama
Tak ada lagi kura-kura
bersedia mampir ke jaba pura
Telurnya telah pecah dalam rahim
didentum musik pesta

Perahu retak tergeletak di ladang
Anak-anak sudah lupa akan asin laut
Genangan keringat ayahnya
Tak cukup menjadi kolam
Tempat belajar berenang

Di pulau emas ini
Sejarah pelaut bangsaku berakhir

Serangan, April 2008

Rabu, 14 Mei 2008

Pariwisata dan Stagnasi Seni Budaya Bali

Sudah hampir tiga dasawarsa pariwisata menjadi andalan perekonomian Bali. Sehingga terbentuk sebuah prinsip dalam pemikiran orang Bali bahwa kita akan menjadi berhasil dalam hidup jika mampu menjadi bagian dari pariwisata itu. Kondisi ini menghegemoni orang Bali untuk berprilaku industri. Segala sumber daya harus dikemas sedemikian rupa untuk dijadikan komoditas pariwisata.

Demikian halnya dibidang seni budaya, jarang sekali seniman muda Bali yang mau melakoni kesenian dengan mengabdi pada kesenian itu sendiri. Sedikit sekali yang berkesenian secara ikhlas sehingga seni budaya Bali menuju pada posisi stagnasi. Kecil kemungkinan lahirnya kreasi atau bentuk baru.

Ada semacam ketakutan dari sebagian besar pelaku kesenian, karyanya tidak laku. Jiwa materialis yang dibentuk doktrin industri menyebabkan seniman tari dan tabuh harus mempertimbangkan karyanya laku tidak dipentaskan di hotel. Seniman lukis sibuk membaca selera pasar, lakukah atau adakah nanti galeri yang akan mengkurasinya.

Bukan hanya dalam kesenian-kesenian yang termasuk mayor di Bali, dalam kesenian-kesenian minor yaitu seni modern juga mengalami stagnasi. Memang ini bukan pengaruh pariwisata secara langsung namun tidak terlepas dari ketidakkreatifan lagi orang Balifollow the leader yang tertanam melalui doktrin industri. Apa yang laku lalu diproduksi massal! Puisi-puisi yang tercipta seolah-olah terjebak pada sebuah mazab yang berlaku dan dianggap puisi baik. Teater yang dipentaskan sangat monoton dan itu-itu saja. Pemahaman terhadap film hanya sebatas sinetron dan kesemuanya terjebak hanya pada diskusi teknis. akibat dari budaya

Anehnya
mereka tetap asyik dan merasa sudah cukup mapan dalam berkesenian. Mungkin mereka sudah merasa bahwa seni di Bali sudah sempurna dan menjadi ukuran seni yang “baik dan benar”. Diskusi-diskusi tidak terlalu mendapat perhatian. Justru kesannya bagaimana mereka mendapatkan perhatian, dalam hal ini pasar. Siapa pun tahu Bali sangat kaya sumber daya seni budaya sehingga layak disebut sebagai laboratorium kebudayaan Indonesia yang semestinya mampu melahirkan seni-seni budaya baru yang sifatnya memperkaya khazanah budaya yang telah ada. Namun, akhirnya hanya menjadi dapur industri seni budaya itu sendiri. (dap)

Dunia Delapan Tahun

Dunia delapan tahun
Adalah alasan berkata bisu

Beriring seirama
Melangkah searah
Begitu mutlakkah?
Hingga jarak tak mampu membuat rentang
Siapa menunggu siapa?

Mungkinkah ada persinggungan
Pada dimensi yang berbeda itu?

Teater Angin, 2008

Senin, 12 Mei 2008

Negeri Perempuan ala Teater Topeng

Jika Teater Angin memilih mengikuti lomba di Semarang sebagai upaya untuk mempertahankan geliatnya dalam berteater setelah LDM tidak dilombakan dalam PSR tahun ini, maka Teater Topeng tidak mau ketinggalan. Teater sekolah SMA 2 Denpasar ini memilih melakukan pentas tunggal, Sabtu 26 April kemarin.
Halaman RRI Denpasar menjadi pilihan setelah beberapa tempat yang biasanya dipakai pentas teater penuh karena memang hari itu banyak sekali agenda kebudayaan digelar di Denpasar. Walaupun dilaksanakan di halaman terbuka secara sederhana namun semangat tinggi nan ceria ala Teater Topeng tetap terlihat.

Mereka mengambil naskah berjudul Negeri Perempuan karya Sonia. Garapannya dikemas dengan sangat realis. Sentuhan komedi dalam setiap adegannya membuat puluhan penonton yang didominasi anak-anak teater sekolah lainnya bertahan hingga adegan terakhir yang berlangsung hampir selama satu jam.

Agaknya sudah menjadi ciri khas Teater Topeng tampil dengan gayanya yang ringan-ringan. Setiap adegan ditampilkan secara vulgar sehingga mudah dicerna penonton. Namun lemahnya, tidak ada pendalaman karakter dalam setiap tokohnya. Semua karakter terlihat sama. Ketika adegan menunjukkan kaum laki-laki yang berkuasa, semua karakter laki-laki menjadi galak. Demikian juga sebaliknya pada adegan kaum perempuan berkuasa. Tidak ada usaha untuk menggali karakter secara lebih detail. Hampir tidak ada pembedaan karakter secara individu.

Kekerasan selalu ditunjukkan dengan cara memukul, menendang atau menampar lawan mainnya. Kemarahan selalu diluapkan dengan berteriak dan menghujat. Semuanya dilakukan tanpa kontrol. Sehingga sering menghasilkan kecelakaan panggung. Penonton pun dibuat khawatir akan sakit yang diterima aktor atau aktris akibat tamparan, tendangan dan pukulan lawan mainnya. Bagaimanapun akting semestinya kontrol harus tetap dilakukan. Bahkan, akting akan kelihatan lebih berhasil jika aktor atau aktris berhasil juga mensiasati adegan dengan kontrolnya. Seandainya aktor atau aktris harus berakting tidur apakah mereka harus benar-benar tidur, begitulah teorinya Stanislavsky.

Namun dibalik kelemahan-kelemahan itu ada hal positif yang perlu kita catat. Teater Topeng termasuk teater yang masih muda jika dibandingkan dengan teater sekolah seperti Teater Angin SMA 1 Denpasar namun tetap eksis dan dengan semangat tinggi. Masih terus bergeliat walaupun LDM PSR ditiadakan. Bravo Topeng!! (dap)

Suara-Suara Skizofrenia

Dengan pita miniDV kurekam suara Tuhan
Tak ada gambar hanya samar-samar
Terdengar seperti serak basah suaramu:

“Malam, izinkanlah ia menangkap sedikit saja wajahku…”
(Tapi benar-benar tak cukup cahaya
Hingga pagi tiba dengan berjuta pantul warna)

Suara itu ternyata hanya suara tuhan
dokumenter televisi dalam hatiku

(akasia,2008,larut sekali)

Premiere Screening di Buungan - Bangli

Minggu, 27 April 2008, sebuah desa yang biasanya sepi terutama di malam hari mendadak begitu ramai. Buungan nama desa itu. Hampir seluruh warga, laki-laki-perempuan, tua-muda, semua berkumpul di balai banjar desa yang terletak di Kabupaten Bangli itu. Bagaimana tidak, sebuah acara langka digelar di desa itu: pemutaran perdana film!
Bukan hanya sekedar pemutaran film yang membuat warga begitu antusias namun juga karena film tersebut mengambil syuting di desa tersebut dan melibatkan beberapa warga disana. Warga begitu riuh rendah ketika melihat kawan atau keluarganya muncul di layar.
Acara tersebut digagas oleh yayasan Idep bekerjasama dengan Kelompok 108. Film-film bertemakan bencana tersebut bertujuan untuk mensosialisasikan cara-cara penanggulangan jika terjadi bencana. Acara dimulai dengan pre-test dan setelah menonton film dilanjutkan dengan post test. Suasana begitu akrab hingga akhir acara makan-makan dan door prize DVD film tersebut. (dap)

Tiga Bulan Setelah Nyonya Tua Dicuri Orang

Nyonya tua,
Tadi malam aku bermimpi
Kau telah dimutilasi
Dijual ecer di emper-emper

Nyonya tua,
Aku lebih khawatir lagi
Kau hanya dipakai mengetik skripsi
Kau pasti sakit hati

Nyonya tua,
Bagiku kau janda muda
Aku merindukanmu
Pulanglah…
Perjakai aku…

(akasia,mei 2008)