Sabtu, 19 April 2008

Dari Peluncuran "Pulang Kampung" Sthiraprana Duarsa (sebuah ocehan nglantur)


Tadi sore, Sthriraprana Duarsa, seorang yang telah lama merantau di rumah sakit sebagai seorang dokter pulang kampung dengan meluncurkan antologi puisinya yang berjudul "Pulang Kampung".

Seperti biasanya, diskusi digelar. Biasa saja. Namun yang menarik bagi saja, masih saja puisi dijadikan sesuatu yang sakral. Masih saja berdebat masalah puisi yang bagus dan yang tidak, yang layak dan tak layak. Seakan-akan semua lupa bahwa puisi adalah seni yang sangat erat dengan selera, bahkan bisa menjadi sangat pribadi. Setidaknya itu yang saya tangkap.

Dengan pola diskusi seperti itu, akan menciutkan keinginan pemula untuk menulis puisi. Sangat jarang ada apresiasi terhadap bentuk2 baru dalam puisi. Dan ini pula yang akan menghambat perkembangan khazanah puisi. Sepi peminat jadinya.

Awal saya berkecimpung di seni adalah kejenuhan saya terhadap matematika. Saya akhirnya semakin terjerumus ke seni karena begitu nikmatnya "hidup tanpa aturan". Dari beberapa kesenian yang saya turut campuri, entah kenapa puisilah yang paling kaku! Entah karena ketanggungan saya mendalami sesuatu sehingga saya berkesimpulan bahwa tak ada ruang apresiasi yang memadai bagi penyair pemula. Penyair dikatakan berhasil apabila karyanya dimuat di koran. Agaknya penulis pemula terlalu "ditakut-takuti" "matematika-matematika" puisi.
Sangat berbeda dengan film. Cabang kesenian yang jauh lebih muda ini sangat perhatian terhadap pemulanya dan selalu menyediakan ruang-ruang baru bagi pemula yang anti-mainstream. Terlepas dari ketidakmampuan mengikuti jalur mainstream atau memang jenuh pada jalur mainstream yang tersedia. Dan itu diapresiasi! Buat-buatlah dulu! Mari kita festival!

Ketika awal membuat film, saya berangan menjadi filmmaker profesional (mainstream). Namun setelah lelah "bergaya mainstream" tak satu pun film saya berhasil. Tetapi ternyata ada ruang anti-mainstream yang mampu mengakomodir apa yang saya mampu lakukan. Akhirnya sampai saat ini tiga film saya lolos festival nasional dan di-roadshow ke beberapa kota.

Nah kapan puisi menyediakan ruang untuk yang anti-mainstream tersebut? Bukan karena kumpulan puisi yang ada di pojok hardisk saya sebagian besar anti-mainstream! Hehehe... (dap)

Tidak ada komentar: