Minggu, 25 Mei 2008

Evaluasi Kitab Suci Untuk Penyelamatan Lingkungan

Keyakinan mengajarkan kita bahwa kehidupan terdiri dari tiga fase yaitu lahir, hidup dan mati. Tak boleh ada yang memungkiri itu. Demikian juga alam ini, diyakini berawal dari proses penciptaan, lalu keberadaannya hingga sekarang ini dan nantinya juga diyakini pasti akan sampai pada kehancurannya. Lalu untuk apa kita berusaha menyelamatkan lingkungan jika memang nantinya sudah pasti akan rusak atau hancur. Akhirnya kita berpendapat bahwa segala gerakan penyelamatan lingkungan hanyalah usaha untuk mengulur-ulur waktu tibanya kehancuran tersebut.

Agama yang selalu mendoktrinkan pada umatnya tentang kebesaran Tuhan seringkali akhirnya berdampak pada timbulnya pola pikir pesimis pada umat manusia. Pemikiran bahwa hidup pada hakikatnya adalah penderitaan merupakan sebuah pola pikir hasil doktrin tesebut. Akhirnya nilai-nilai dalam agama selalu membatasi ruang gerak kreativitas manusia. Sebagai contohnya adalah penolakan terhadap teknologi kloning yang bagi golongan agamis merupakan sebuah usaha untuk menandingi kebesaran Tuhan. Padahal sejatinya bagi golongan yang berpola pikir liberal penundaan teknologi kloning, khususnya bagi manusia hanyalah masalah status sosial nantinya bagi manusia-manusia hasil kloning tersebut. Masih melalui tahap perenungan filosofis secara realistis tentunya.

Tak dapat dipungkiri bahwa penemuan-penemuan mutakhir berawal dari keberanian manusia untuk melakukan terobosan-terobosan terhadap doktrin-doktrin agama. Copernicus dihukum karena berpendapat bahwa bumi itu bulat dan menentang teori geosentris. Da Vinci dengan pemikiran briliannya menerobos keyakinan bahwa hanya dewa yang bisa terbang walaupun sketsa sayap berputarnya baru baru dapat diwujudkan berabad lamanya setelah Wilbur bersaudara berhasil menciptakan pesawat terbang. Da Vinci juga yang pertama kali melakukan otopsi dengan mencuri mayat di kuburan lalu melukis hasil pembedahan tersebut. Ia tidak langsung mempublikasikan sketsa anatominya tersebut, gereja pasti akan memancungnya karena membedah mayat merupakan perbuatan yang dilarang.

Agama adalah wahyu Tuhan yang akhirnya diinterpretasikan oleh manusia menjadi kitab suci. Sebagai sebuah interpretasi tentunya sangat korelatif dengan perkembangan zaman. Secara hakiki nilai-nilainya sangat mulia dan bahkan nilai yang sangat mendasar tersebut bisa diterapkan selamanya. Sehingga adalah benar pendapat bahwa nilai-nilai luhur dalam agama apapun itu abadi sifatnya. Namun nilai-nilai dasar tersebut abstrak sifatnya dan sangat umum dimiliki oleh semua agama, ketika manusia menginterpretasikan menjadi bentuk-bentuk perilaku konkret disitulah muncul interpretasi-interpretasi yang harus dipertimbangkan relevansinya.

Akhirnya, sangat tidak adil bagi kita jika kita menganggap orang yang melakukan tindakan di luar nilai-nilai kitab suci sebagai orang yang anti Tuhan atau orang yang tidak beragama. Bahkan bisa dikatakan bahwa orang-orang tersebut adalah orang dengan pemahaman agama yang lebih cerdas dan memiliki keyakinan bahwa Tuhan begitu luar biasa, selalu memiliki teka-teki dan dengan kecerdasannya yang merupakan karunia-Nya, manusia wajib memecahkan teka-teki tersebut. Walaupun akhirnya selalu muncul teka-teki baru, manusia harus selalu berusaha memecahkan sebagai sebuah kewajiban sebagai umat-Nya. Tentunya hal ini akan semakin “mengkaribkan” antara manusia dengan penciptanya. Sehingga, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa tindakan tersebut mengurangi keyakinannya terhadap keberadaan Tuhan.

Jika telah berhasil membangun pola pikir yang demikian maka tak ada alasan untuk pesimis dalam usaha penyelamatan alam. Kita harus yakin bahwa alam ini akan terus berlanjut seandainya manusia mau mempertahankannya. Dengan karunia intelektualitas, manusia wajib berusaha semaksimal mungkin. Jika dalam keyakinan kita bahwa kiamat akan datang setelah bumi dihantam meteor, intelektualitas kita sudah harus mampu membelokkan meteor tersebut atau menghancurkannya. Jika menurut Einstein energi matahari akan habis sejalan dengan postulatnya, energi sama dengan hasil kali antara massa dengan kuadrat konstanta alam raya maka pada waktunya matahari akan mati, saat itu seharusnya intelektualitas manusia sudah mampu mencari sumber energi lain. Entah dengan membawa bumi ke orbit lain misalnya. Ataukah kita beramai-ramai pindah ke planet atau tata surya lain. Bahkan kemajuan teknologi pastilah nantinya mampu membuat manusia hidup terus. Penemuan alat pemicu jantung, ginjal buatan, teknologi anti penuaan, dan organ-organ sintesis lainnya adalah arah menuju keabadian. Kita harus optimis! Apa sih yang tidak mungkin dalam hidup ini?!

Sebelum terlalu banyak membayangkan kehidupan yang ekstrem tersebut lebih baik kita merenung lebih dalam lagi. Adakah kesempatan manusia untuk mengembangkan intelektualitasnya hingga kesana? Ataukah bumi ini telah hancur duluan bukan akibat dari kiamat sebagaimana tercantum dalam kitab suci tapi akibat ulah manusia yang begitu eksploitatif terhadapnya? Semoga dengan optimisme bahwa kehidupan akan berlanjut terus jika manusia mau mempertahankannya akan semakin membangkitkan semangat untuk menyelamatkan lingkungan. (dap)

3 komentar:

techlink mengatakan...

ulasan yang bagus,
dahulu manusia ketika tidak menemukan jawabannya pasti akan berujung pada kekuasaan"Nya"..
akan tetapi semakin lama mitos2,takhayul2 sudah bisa kita pecahkan asal muasal terjadinya dan aku harap semoga kita manusia terus mencari segala jawaban dari fenomena yang terjadi sebelum menuju ke pemikiran "tempoe doeloe"

"Kita akan maju ketika kita tidak pernah berhenti berusaha mencari jawaban"

Kita adalah tuhan bagi diri kita sendiri...
Kejadian2 yang terjadi saat ini atau yang akan datang adalah kombinasi dari perilaku kita plus kondisi plus perilaku orang lain plus lingkungan plus variabel2 yang ikut tergantung atau bahkan variabel2 yang tak sengaja ikut pada masa lalu...

"Life is a unique sistem with born,life,death chapter" lets call it "absurd mega system" ha..ha..ha..

Anonim mengatakan...

hmmm
ya ya ya
benar juga
kita menjadi tuhan atas diri kita sendiri..

btw, tuh foto menarik juga
:D

Ngurah Satriya mengatakan...

alam (baca:kehidupan)tak ubahnya gema, jika kita memberinya "cinta", akan diberikannya kita "cinta, cinta, cinta.."

begitu pula jika kita beri "bukan cinta", Anda tentu tahu seperti apa gema yang akan terpantul kembali.

jadi, pilihan kita akan memberi apa?
pilihan pertama sangat saya rekomendasikan. peace.