Senin, 28 Juli 2008

Suatu Hari Ketika Aku Harus Refreshing


Tak kupetikkan kau edelweis, sayang…
Aku tak mau keabadian ini
Menjadi lambang tanpa akhir
Penantian yang tak pasti kita

Puncak Batur, 2008

12 komentar:

Anonim mengatakan...

puisi yang bagus, pendek padat dan kena..:)

wendra wijaya mengatakan...

Engkau kenapa Dap.. Cepatlah ke Negara,, mari kita tuntaskan...

Kang Boim mengatakan...

edelweis.......
biarlah kau tetap disana
menghiasi sunyinya langit
menghangatkan sang puncak bumi
dalam keheningan suara alam

Firdaus Ariefatosa mengatakan...

dari batur?...

Jangan kau petikkan edelweis itu, sebab nanti juga akan mati.

rizky mengatakan...

So sweet...

Arjuna Valentino mengatakan...

nohok n' jelas lho puisinya, hehe mulai narsis juga nich...kalo nyari keabadian datang aja ke tempatku, di jamin kami pasti jadi abdimu hahahaha..

Ngatini mengatakan...

pak, aku masih terbang lho ini..puisinya buat aku kan??
jawab : sayangnya bukan jeng..

*GUBRAK!

Ngatini mengatakan...

pengen liat senyumu yang gak kuku lagi...

Ngurah Satriya mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Ngurah Satriya mengatakan...

cepat posting lg bro, jangan biarkan terlalu abadi seperti blogku,hehe

the_doctordesign_java mengatakan...

HINA TERASA CINTA
kehidupan itu hina. jika kita naungi dengan dosa.
kehidupan itu indah jika kita teduhi dengan cinta.
wahai engkau sang bunga jangan lah kau menangis karena cinta. karena cinta ku ta seberapa dalam terhadapmu. hanya kata " kubasuh air matamu dan ku jadikan air wudlu ku"
tanya seberapa dalam itu dalam hatimu tentang perasaan mu ?

the_doctordesign_java mengatakan...

jangan lupa balas via emailku mas dwi ya? salam kenal dan sejahtera selalu B-ges wec hayam wuruk KADAL