
Aku tak mau keabadian ini
Menjadi lambang tanpa akhir
Penantian yang tak pasti kita
Di balik semua keindahannya, ternyata di surga itu ada kehidupan-kehidupan minor yang memprihatinkan. Merambahnya pembangunan ternyata tidak segencar niat wisatawan untuk menikmati alam Batur. Paling tidak ada 3 warung di puncak gunung dan 2 warung di lereng yang menunjukkan sebuah perjuangan hidup yang luar biasa. Kaki-kaki tua terlatih mereka mampu mengantarkan coca-cola ke puncak hanya dalam waktu sejam saja! Padahal idealnya dibutuhkan waktu 3 jam untuk mencapai puncak.
Kemiskinan, itulah alasan klise yang memaksa mereka memilih hidup setangguh itu. Walaupun disadari atau tidak usaha ilegal tersebut dapat merusak alam sekitarnya. Bukan hanya hutan lindung yang dibuka untuk membangun warung tetapi akhirnya mereka juga memelihara sapi disana. Pohon-pohon kecil dirabas untuk diambil daunnya sebagai pakan ternak dan kayunya dijadikan kayu bakar. Kata “Dilarang” tentunya takkan mudah diaplikasikan dalam masyarakat adat yang “rasa memiliki”-nya sudah terbentuk beratus tahun-tahun. Demikian juga pada masyarakat di sekitar gunung Batur. Diperlukan sebuah solusi yang lebih dari sekedar aturan hukum yang bersifat memaksa.
Di kaki gunung aku bertemu seorang anak, mengaku bernama Riandika, kelas satu SD, dari keluarga yang terlihat sangat miskin. Makan jambu dan pisang dengan tangan yang kotor. Kakinya tanpa sandal ditenggelamkan ke dalam debu. Mengaku bersekolah sangat jauh dan terbiasa tanpa sandal atau sepatu. Setiap kamera diarahkan padanya dengan sangat sadar kamera ia tersenyum. Keramahannya membuatku mengeluarkan dompet, aku beri dia
Klise sekali sebenarnya yang aku tulis ini
Besok bulan Juli
Pantas udara dingin sekali
Suasana semakin meredup
bersama lelah lampu-lampu
yang mulai kehabisan minyaknya
Adalah bahagia dan panik
Keluarga itu
Menerabas rumput tinggi-tinggi
jalan tanah Jeruk Mancingan
basah, licin dan tak bermerkuri
di malam terakhir bulan Juni yang berkabut
tergelincir adalah lebih dari sekedar rasa sakit!
tak ada alasan
pandangan lepas dari sorot lampu bulat binter itu
Menjalankan tugasnya sebagai seorang ibu...”
Putra kedua mereka lahir
bersama kokok ayam pertama