Senin, 26 Mei 2008
Pemanasan yang "Panas"
Minggu, 25 Mei 2008
Evaluasi Kitab Suci Untuk Penyelamatan Lingkungan
Kamis, 15 Mei 2008
Akhir Sejarah Suku Bugis Sebagai Bangsa Pelaut di Serangan
Setelah pendulang itu datang
Mengayak setiap butir pasir
Bersama terumbu masa lalu
Menenggelamkan laut
Tak ada lagi kura-kura
bersedia mampir ke jaba pura
Telurnya telah pecah dalam rahim
didentum musik pesta
Anak-anak sudah lupa akan asin laut
Genangan keringat ayahnya
Tak cukup menjadi kolam
Tempat belajar berenang
Sejarah pelaut bangsaku berakhir
Serangan, April 2008
Rabu, 14 Mei 2008
Pariwisata dan Stagnasi Seni Budaya Bali
Demikian halnya dibidang seni budaya, jarang sekali seniman muda
Bukan hanya dalam kesenian-kesenian yang termasuk mayor di
Anehnya mereka tetap asyik dan merasa sudah cukup mapan dalam berkesenian. Mungkin mereka sudah merasa bahwa seni di Bali sudah sempurna dan menjadi ukuran seni yang “baik dan benar”. Diskusi-diskusi tidak terlalu mendapat perhatian. Justru kesannya bagaimana mereka mendapatkan perhatian, dalam hal ini pasar. Siapa pun tahu Bali sangat kaya sumber daya seni budaya sehingga layak disebut sebagai laboratorium kebudayaan
Dunia Delapan Tahun
Dunia delapan tahun
Adalah alasan berkata bisu
Melangkah searah
Begitu mutlakkah?
Hingga jarak tak mampu membuat rentang
Siapa menunggu siapa?
Pada dimensi yang berbeda itu?
Senin, 12 Mei 2008
Negeri Perempuan ala Teater Topeng
Halaman RRI Denpasar menjadi pilihan setelah beberapa tempat yang biasanya dipakai pentas teater penuh karena memang hari itu banyak sekali agenda kebudayaan digelar di Denpasar. Walaupun dilaksanakan di halaman terbuka secara sederhana namun semangat tinggi nan ceria ala Teater Topeng tetap terlihat.
Mereka mengambil naskah berjudul Negeri Perempuan karya Sonia. Garapannya dikemas dengan sangat realis. Sentuhan komedi dalam setiap adegannya membuat puluhan penonton yang didominasi anak-anak teater sekolah lainnya bertahan hingga adegan terakhir yang berlangsung hampir selama satu jam.
Agaknya sudah menjadi ciri khas Teater Topeng tampil dengan gayanya yang ringan-ringan. Setiap adegan ditampilkan secara vulgar sehingga mudah dicerna penonton. Namun lemahnya, tidak ada pendalaman karakter dalam setiap tokohnya. Semua karakter terlihat sama. Ketika adegan menunjukkan kaum laki-laki yang berkuasa, semua karakter laki-laki menjadi galak. Demikian juga sebaliknya pada adegan kaum perempuan berkuasa. Tidak ada usaha untuk menggali karakter secara lebih detail. Hampir tidak ada pembedaan karakter secara individu.
Kekerasan selalu ditunjukkan dengan cara memukul, menendang atau menampar lawan mainnya. Kemarahan selalu diluapkan dengan berteriak dan menghujat. Semuanya dilakukan tanpa kontrol. Sehingga sering menghasilkan kecelakaan panggung. Penonton pun dibuat khawatir akan sakit yang diterima aktor atau aktris akibat tamparan, tendangan dan pukulan lawan mainnya. Bagaimanapun akting semestinya kontrol harus tetap dilakukan. Bahkan, akting akan kelihatan lebih berhasil jika aktor atau aktris berhasil juga mensiasati adegan dengan kontrolnya. Seandainya aktor atau aktris harus berakting tidur apakah mereka harus benar-benar tidur, begitulah teorinya Stanislavsky.
Namun dibalik kelemahan-kelemahan itu ada hal positif yang perlu kita catat. Teater Topeng termasuk teater yang masih muda jika dibandingkan dengan teater sekolah seperti Teater Angin SMA 1 Denpasar namun tetap eksis dan dengan semangat tinggi. Masih terus bergeliat walaupun LDM PSR ditiadakan. Bravo Topeng!! (dap)
Suara-Suara Skizofrenia
Dengan pita miniDV kurekam suara Tuhan
Tak ada gambar hanya samar-samar
Terdengar seperti serak basah suaramu:
(Tapi benar-benar tak cukup cahaya
Hingga pagi tiba dengan berjuta pantul warna)
dokumenter televisi dalam hatiku
Premiere Screening di Buungan - Bangli
Bukan hanya sekedar pemutaran film yang membuat warga begitu antusias namun juga karena film tersebut mengambil syuting di desa tersebut dan melibatkan beberapa warga disana. Warga begitu riuh rendah ketika melihat kawan atau keluarganya muncul di layar.
Acara tersebut digagas oleh yayasan Idep bekerjasama dengan Kelompok 108. Film-film bertemakan bencana tersebut bertujuan untuk mensosialisasikan cara-cara penanggulangan jika terjadi bencana. Acara dimulai dengan pre-test dan setelah menonton film dilanjutkan dengan post test. Suasana begitu akrab hingga akhir acara makan-makan dan door prize DVD film tersebut. (dap)
Tiga Bulan Setelah Nyonya Tua Dicuri Orang
Nyonya tua,
Tadi malam aku bermimpi
Kau telah dimutilasi
Dijual ecer di emper-emper
Aku lebih khawatir lagi
Kau hanya dipakai mengetik skripsi
Kau pasti sakit hati
Bagiku kau janda muda
Aku merindukanmu
Pulanglah…
Perjakai aku…
Jumat, 09 Mei 2008
Teater Angin, Teater Sekolah Terbaik se-Indonesia
Sangat tepat sekali Teater Angin memainkan naskah Calonarang karya Putu Wijaya. Naskah yang memberi kesempatan untuk menyajikan unsur-unsur nilai lokal
Teater Angin berhasil tampil sebagai penyaji terbaik, aktor terbaik, aktor pembantu terbaik dan sutradara terbaik. Sebuah hasil yang mengagumkan bagi sebuah kelompok teater sekolah yang baru kali pertama tampil di pentas nasional. Punyakah mereka impian untuk tampil di pentas dunia?(dap)
Kamis, 08 Mei 2008
“Bokepmu dimana, Bli Dap?”
Masih saja kau berusaha mengilusi kelaminmu
Yang akan memperingin
Kau memperlekas lepas perjakamu
Untuk kesekian kalinya hari ini