Senin, 28 April 2008

Baru Saja Joni Terjaring Operasi di Lokalisasi


Sudah tradisi
Bu Nisye pergi
Anaknya dititipkan pada tivi

Bu Nisye pulang
Membawa playstation baru
Anaknya hilang

VCD masih terpasang rapi
Belum selesai memutar Miyabi

Bu Nisye bingung
Ditelpon suaminya
Lupa telah dicerai tadi pagi

Telpon berdering
Baru saja Joni terjaring
operasi di lokalisasi

Ia bosan onani

Akasia, 2008

Teater Angin, Teater Terbaik di Bali



Barangkali ketidakdiikutsertakannya drama modern dalam ajang tahunan Pekan Seni Remaja (PSR) mengendurkan semangat berteater bagi sebagian besar teater sekolah di Denpasar. Namun hal itu tidak berlaku bagi Teater Angin. Teater sekolah SMA 1 Denpasar ini justru menerima “tantangan” dalam ajang yang lebih bergengsi yaitu Festival Drama Modern Tingkat SMA/SMK yang akan diadakan pada akhir bulan ini di Semarang.

Segenap anggota Teater Angin berjuang keras menyiapkan pentas nasional ini. Bahkan persiapan mereka tampak lebih sungguh-sungguh daripada menyiapkan sebuah drama untuk pentas PSR. Dengan tanpa didampingi pembina maupun pelatih, mereka setia begadang setiap hari bahkan menginap di sekolah. Memang semangat “Angin” tersebut merupakan tradisi yang diwarisi secara turun-temurun sejak puluhan tahun Teater Angin berdiri.

Adalah kesungguhan anak-anak Angin dalam berteater dengan penuh tanggung jawab membuat Teater Angin tetap eksis hingga hari ini. Regenerasinya sangat baik sehingga organisasi ini tetap berkelanjutan dan solid. Disamping itu pula tidak terlepas dari kebijakan SMA 1 Denpasar yang sangat men-support kegiatan non-akademis walaupun sekolah ini adalah sekolah dengan prestasi akademik terbaik di Bali. Kepercayaan orang tua anak-anak Angin juga otomatis muncul karena mereka tahu anak-anaknya berteater tidak main-main dan mampu menunjukkan prestasinya.

Hingga saat ini Teater Angin adalah teater sekolah terbaik di Bali. Bahkan mengingat lesunya aktivitas teater kampus dan teater umum boleh dikatakan Teater Angin adalah teater terbaik di Bali. Ini bukanlah hal yang tidak beralasan, dalam ajang lokal Teater Angin selalu berhasil mempertahankan kekonstanannya dalam mendulang prestasi. Walaupun teater-teater sekolah lain sesekali menjuarai sebuah lomba namun sifatnya timbul-tenggelam, demikian pula kondisi teater kampus dan teater umum.

Sejauh mana Teater Angin mampu berbicara di pentas nasional, mampukah menjadi teater sekolah terbaik tingkat nasional? Kita tunggu kabar dari Semarang!

( dadap )

Kamis, 24 April 2008

Warung Kecil

Sebatang rokok
Kuhisap sambil jongkok

Preman tua mendekati
Ibu muda penjual pulsa
Belajar sms tampaknya
Anak-anaknya tidak tahu
Ibunya sedang dirayu

Warung kecil
Berpuluh motor parkir
Kemana orangnya
Di belakang sana
Laki-laki putih kuning
Perempuan berkebaya
Tampaknya siswa-siswi
”Ah aku lupa!”
”Ini Hari Saraswati!”

Dua meja penuh bola-bola
Perempuannya minum koka-kola
”Mereka berkumpul disini.”
”Nanti malam bercinta”
”Besok pagi melebur dosa!”

(Joni sok tahu, hujan reda)
Negara,2007

Selasa, 22 April 2008

Interogasi Tentang Mawar


Lihatlah bunga mawar
Untuk apakah ia mekar?
Untuk takdirkah ia mekar?
Untuk kumbangkah ia mekar?
Untuk takdir kumbangkah ia mekar?

Jangan-jangan
mawar pun tak tahu untuk apa ia mekar


Sebuah pertanyaan lama yang baru ingat dan sempat kutulis.
Akasia, 2008.

Minggu, 20 April 2008

Percakapan Satu Arah antara Dubur dan Kakus


”Keluarkan saja semua unek-unekmu”
kata Kakus kepada Dubur yang tak pernah permisi.

Sabtu, 19 April 2008

Dari Peluncuran "Pulang Kampung" Sthiraprana Duarsa (sebuah ocehan nglantur)


Tadi sore, Sthriraprana Duarsa, seorang yang telah lama merantau di rumah sakit sebagai seorang dokter pulang kampung dengan meluncurkan antologi puisinya yang berjudul "Pulang Kampung".

Seperti biasanya, diskusi digelar. Biasa saja. Namun yang menarik bagi saja, masih saja puisi dijadikan sesuatu yang sakral. Masih saja berdebat masalah puisi yang bagus dan yang tidak, yang layak dan tak layak. Seakan-akan semua lupa bahwa puisi adalah seni yang sangat erat dengan selera, bahkan bisa menjadi sangat pribadi. Setidaknya itu yang saya tangkap.

Dengan pola diskusi seperti itu, akan menciutkan keinginan pemula untuk menulis puisi. Sangat jarang ada apresiasi terhadap bentuk2 baru dalam puisi. Dan ini pula yang akan menghambat perkembangan khazanah puisi. Sepi peminat jadinya.

Awal saya berkecimpung di seni adalah kejenuhan saya terhadap matematika. Saya akhirnya semakin terjerumus ke seni karena begitu nikmatnya "hidup tanpa aturan". Dari beberapa kesenian yang saya turut campuri, entah kenapa puisilah yang paling kaku! Entah karena ketanggungan saya mendalami sesuatu sehingga saya berkesimpulan bahwa tak ada ruang apresiasi yang memadai bagi penyair pemula. Penyair dikatakan berhasil apabila karyanya dimuat di koran. Agaknya penulis pemula terlalu "ditakut-takuti" "matematika-matematika" puisi.
Sangat berbeda dengan film. Cabang kesenian yang jauh lebih muda ini sangat perhatian terhadap pemulanya dan selalu menyediakan ruang-ruang baru bagi pemula yang anti-mainstream. Terlepas dari ketidakmampuan mengikuti jalur mainstream atau memang jenuh pada jalur mainstream yang tersedia. Dan itu diapresiasi! Buat-buatlah dulu! Mari kita festival!

Ketika awal membuat film, saya berangan menjadi filmmaker profesional (mainstream). Namun setelah lelah "bergaya mainstream" tak satu pun film saya berhasil. Tetapi ternyata ada ruang anti-mainstream yang mampu mengakomodir apa yang saya mampu lakukan. Akhirnya sampai saat ini tiga film saya lolos festival nasional dan di-roadshow ke beberapa kota.

Nah kapan puisi menyediakan ruang untuk yang anti-mainstream tersebut? Bukan karena kumpulan puisi yang ada di pojok hardisk saya sebagian besar anti-mainstream! Hehehe... (dap)

Kamis, 10 April 2008

Pancasila Sebagai Agama Bersama Bangsa Indonesia

Pancasila adalah Filsafat Bangsa Indonesia yang bukan Filsafat Barat dan Filsafat Timur. Nilai-nilai yang ada di dalamnya merupakan hasil penggalian nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang serta diyakini oleh bangsa Indonesia. Beberapa dari nilai tersebut juga merupakan nilai-nilai yang juga diyakini oleh bangsa-bangsa di dunia Barat atau juga bangsa-bangsa di belahan lain bumi ini. Berarti nili-nilai Pancasila mengandung makna yang universal. Walau tidak dapat dipungkiri juga bahwa para pendiri bangsa dipengaruhi konsep humanisme, rasionalisme, universalisme, sosial demokrasi, nasionalisme Jerman, demokrasi parlemen, dan nasionalisme. Sehingga nilai-nilai tersebut juga teraplikasi dalam Pancasila sekaligus memperkaya pancasila itu sendiri.

Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, merupakan cerminan dari psikologis bangsa Indonesia yang begitu religius sejak zaman nenek moyang sebelum mengenal agama hingga sekarang ketika konsep ketuhanan mulai disistematisasi agama.

Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, merupakan cerminan nilai yang tertuang dalam budaya bangsa Indonesia yang konsep-konsepnya dapat kita lihat dalam konsep Agama Hindu yaitu konsepsi Tat Twam Asi yang berarti “Aku adalah Kamu”. Dalam konsepsi Islam juga ada yang diistilahkan dengan Fardhukifayah. Artinya sebelum budaya barat masuk ke Indonesia konsep-konsep tentang humanisme universal elah kita miliki.

Sila ketiga, Persatuan Indonesia, Sila 3 terinspirasi oleh konsepsi Ratu Adil namun juga tidak dapat dipungkiri terinspirasi oleh German ein Totaliter Fuhrerstaat yaitu sistem nasionalisme Jerman.

Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Nilai ini merupakan nilai demokrasi yang memang sudah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat bangsa Indonesia sebelum lahirnya negara Indonesia sekalipun. Namun secara spesifik menuju ke arah demokrasi yang seperti sekarang tidak terlepas dari pengaruh Demokrasi Parlemen yang berkembang di Barat.

Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, adalah cita-cita bangsa Indonesia yang diharapkan tercapai setelah dilaksanakannya sila-sila yang sebelumnya diatas. Cita-cita ini juga menyerupai konsep Demokrasi Sosial Ekonomi yang berkembang di barat.

Jika kita analisa secara mendalam maka dapat kita sepakati bahwa begitu sempurnanya Pancasila. Kesempurnaan nilai yang dikandung Pancasila tersebut juga membuat sebagian orang berpendapat bahwa tidak semua nilai-nilai dalam Pancasila mudah atau bisa diwujudkan.

Namun coba kita hayati sekali lagi dengan seksama. Pancasila sebenarnya layak menjadi sebuah kitab suci. Nilai-nilai filosofisnya sangat lengkap dan cukup untuk mendasari sebuah agama. Sila pertama adalah cerminan bahwa pancasila memuat filsafat ketuhanan. Filsafat tentang Tuhan merupakan syarat mutlak sebuah agama. Sila-sila yang lain juga memuat nilai-nilai dalam kitab suci sebuah agama.

Sehingga, seandainya seluruh rakyat Indonesia ikhlas menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia maka tidaklah terlalu sulit menerima Pancasila sebagai agama kita bersama. Mengenai tata cara peribadatannya kembali diserahkan kepada masing individu namun tetap tidak boleh melanggar dari koridor-koridor yang telah ditentukan oleh Pancasila.

Rabu, 09 April 2008

Putu Elmira, Hidup dengan Pedang, Belajar Hidup di Atas Panggung





Elle, begitu sapaan akrab gadis cantik dan imut ini. Penampilannya sederhana. Tutur katanya santun dengan ekspresi wajah yang selalu ia mainkan mengiringi tiap kalimatnya. Canda-canda renyah ala anak SMA tetapi cerdas, selalu ia tambahkan pada setiap obrolan. Tidak perlu heran dia adalah seorang aktris teater yang berbakat. Sehingga tidak terlalu sulit baginya membuat orang untuk tetap betah mendengar bicaranya. Namun siapa sangka dibalik wajah manis nan mungil ini ternyata ia gadis yang sangat lihai memainkan pedang!
Ya, anggar adalah olah raga yang sejak SMP ia tekuni. “Awalnya cuma iseng nonton latihan di kompleks perumahannya akhirnya ditawari gabung, karena keasyikan aku jadi rajin ikut latihan.” aku siswi kelas 2 SMA 2 Denpasar ini. Akhirnya keseriusannya tersebut tidak sia-sia karena akhirnya ia menjadi atlet anggar satu-satunya Bali yang lolos ke PON XVII di Kalimantan Timur nanti. “Aku merasa sangat bangga bermain anggar, anggar itu cool jarang banget orang bisa memainkannya hehe..” canda atlet muda penyelamat eksistensi IKASI Bali di tingkat nasional ini.

Ketika ditanya mengapa anggar yang notabene adalah olah raga keras ia intimi, gadis yang bernama lengkap Putu Elmira ini, menjawab dengan bersemangat: “Walaupun anggar adalah olah raga keras, tapi sebenarnya otak lebih diandalkan disitu dan yang penting adalah ketelitian, bukankah biasanya perempuan lebih teliti dibanding laki-laki yang biasanya sembrono he…he…” candanya dengan suara yang serak basah membuat semakin betah saja menemaninya mengobrol. “Lihat bekas goresan di lengan kananku ini” sambil menyingsingkan t-shirt dengan warna charcoal favoritnya. “Ini adalah bekas tusukan lawan di Pra PON kemarin, aku tidak menyerah dan akhirnya aku menang!” tuturnya berapi-api.

Sementara dunia teater juga sangat serius ditekuninya. “Sejak SD aku sudah suka membaca puisi dan akhirnya serius mendalami akting sejak bergabung Teater Topeng di sekolah.” tutur dara yang tanggal 10 ini merayakan sweet seventeen-nya. Keseriusan mendalami akting dibuktikan dengan berhasilnya blasteran Padang – Tegallalang (Bali) ini lolos casting yang dilakukan Rudy Sudjarwo untuk film layar lebarnya nanti. Bulan kemarin Elle juga telah menjadi bintang utama film produksi sebuah LSM yang disutradarai oleh sutradara Australia.

“Aku hidup dengan pedang namun belajar hidup dari panggung.” kalimatnya filosofis. ”Anggar mengingatkanku bahwa perlu kehati-hatian dan harus selalu sigap dalam hidup sementara teater mengajariku hidup sederhana dan senantiasa harus bekerja sama serta memperhatikan orang sekitar.” tutur Elle, yang suatu saat nanti ingin jadi public relation.

Disamping anggar dan teater ternyata Elle masih memiliki seabrek kegiatan lainnya. Penggemar perkedel jagung masakan mamanya ini tergabung dalam cheerleader di sekolahnya dan memiliki sebuah grup band di kelasnya. “Kadang hari aku kayak orang gila bernyanyi-nyayi di kamar mandi sambil menari-nari hehe..” guyonnya dengan suara yang memang terkesan seksi.

Ternyata sedemikian padat kegiatannya, keluarganya sangat mendukung. “Pada awalnya memang mama sering mempertanyakan mengapa aku selalu jarang di rumah dan pulang malam tapi akhirnya setelah aku menunjukkan prestasiku akhirnya mamaku mendukung bahkan mama sering mengompori aku untuk ikut salah satu lomba atau audisi yang kira-kira aku mampu. Sering juga mama kelihatan lebih bersemangat daripada aku. Yang penting sekolah tidak teganggu. Jadi semuanya harus berjalan dengan balance.” kata penggemar buah manggis dan durian ini, sesekali lesung pipit muncil di pipinya membuat wajah manisnya semakin terlihat manis saja.

“Memang akhirnya aku dituntut untuk sangat teliti mengatur waktu tetapi bagiku itu tidak sulit karena aku terdidik mandiri, aku lebih sering hanya bersama mama karena sejak kecil papaku sudah bekerja di luar negeri, mama sering menyemangati walaupun aku perempuan untuk selalu tangguh dalam hidup.” tuturnya membuat haru.

“Aku sangat sedih melihat semakin banyak saja remaja perempuan sekarang terlihat sangat agresif pada hal yang negatif dan terkesan tidak tahu malu. Padahal sekarang saatnya perempuan Indonesia bangkit karena sudah makin banyaknya kesempatan untuk menunjukkan diri bahkan menjadi pemimpin. Jangan hamburkan waktu yang takkan pernah kembali dengan sesuatu yang tak berguna. Lakukan sesuatu yang bisa membuat orang lain bahagia dan kamu juga merasakannya.” pesannya lugas yang menunjukkan dirinya adalah sosok perempuan muda yang cerdas. (dap)

note: tulisan ini dibuat untuk kontribusi di majalah Ge-M Magazine

Met ultah ya, El...

Nota Kesepahaman Antara Majikan dengan Peliharaannya


Apakah yang ada di kepalamu Mimi?
Apakah hanya anak semata wayangmu
yang belum saja ada yang memberi nama?
Atau kau sedang memikirkan sebuah nama untuk anakmu?
Atau kau teringat ayahnya yang takkan mungkin berkunjung?

Atau kau teringat sahabat kecilmu Joni
yang hilang dicuri orang?
Ataukah kau mengeluh tentang Popo
sahabat baru yang terpaksa kuberi
Tapi tak bisa kau akuri seperti Joni?
Atau kau sedih Joni tak melihat kebahagiaanmu dengan anak pertamamu?

Atau jangan-jangan kau kesal padaku?
yang selalu telat memberimu makan
saat Marsya dan Patma pulang ke Jeruk Mancingan
sementara Koko jarang pulang

Atau kau sebenarnya rindu Jeruk Mancingan?
Ingin lihat rumah baru Si Pinna Kecil yang kini sudah besar

Mimi kamu kenapa? Ayolah katakan dengan isyarat yang lebih jelas!
Aku juga masih bingung tentang nama anakmu
Aku juga menyesal meninggalkan Joni sendiri saat Nyepi
Aku juga selalu rindu Jeruk Mancingan

(Bagaimanapun aku tetap lebih mudah memahamimu
Kugelitik saja puting-putingmu
Manjamu akan menghapus segala pertanyaan)

Akasia,2008

Dari Denpasar S13FFEST 2007 + Surabaya Romantaste Roadshow 2008


Sore itu (6/4/2008) lebih dari seratus orang hadir. Ternyata tidak sia-sia promosi yang dilakukan panitia menjelang acara berlangsung. Flyer, publikasi melalui koran, melalui televisi lokal serta sms begitu gencar disebar. Sehingga masyarakat Denpasar begitu responsif. Berbagai kalangan hadir mulai dari siswa-siswi SMA dan SMP, mahasiswa, wartawan, seniman hingga masyarakat umum yang tertarik dengan dunia sinema hadir dalam even yang memang sangat jarang digelar di kota ini.

Akhirnya Pembantu Dekan III membuka acara setelah sempat ngaret selama setengah jam akibat dari tradisi “menunggu” yang begitu mendarah daging. Acara dibagi menjadi 2 sesi, sesi pertama pemutaran Surabaya Romantaste, sesi kedua setelah diselingi dengan diskusi dilanjutkan dengan pemutaran S13FFEST 2007. Surabaya Romantaste yang merupakan kompilasi film karaya 13 sutradara Surabaya diputar nonstop selama hampir 2 jam tanpa jeda membuat beberapa penonton terpaksa beranjak dari tempat duduknya. Sesi pertama tersebut juga agaknya kurang mampu membaca “jam lapar” penonton. Tema Surabaya Romantaste yang monoton tentang cinta membuat penonton remaja begitu betah namun sedikit membuat jenuh penonton “golongan tua”. “Seharusnya S13FFEST diputar duluan.” ujar salah satu penonton.

Sesi kedua bermaterikan film-film yang lebih berbobot tentunya, terutama dari segi tema karena melalui sebuah saringan festival. Beberapa tema sosial yang dikemas dalam bentuk banyol membuat “geeeeerrrr” penonton. Namun sayang beberapa film gagal diputar karena kesalahan comfile film oleh kurator. Bahkan kesalahan teknis tersebut membuat juara festival tersebut, Match Maker, gagal diputar.

Walaupun sejumlah kendala-kendala dihadapi acara yang diorganisasi oleh Klub Film Fakultas Hukum Udayana, Saksimata telah menyampaikan sesuatu kepada para pegiat dan penikmat sinema Bali sebagai tambahan referensi. Semoga bisa menjadi motivasi dalam berkarya, untuk mengejar ketinggalan Bali dalam dunia film dibanding kota-kota besar lainnya di Indonesia. (dap)

Menuju Pesta yang Begitu Basah di Tengah-Tengah Kebun Kelapa


Aku masih terpesona rayuan kebun kelapa
Akan gemerisik tariannya
yang diiramakan rintik hujan
dan disemangati angin

Lihat sayang,
Di hilir itu adalah rumahku
sebentar lagi juga rumahmu
Mari sayang, percepat langkah kita
Pesaksi-pesaksi ingin segera menyatukan kita

Kita susuri saja jalan setapak sebuah sungai kecil
Jangan rasakan kerikil-kerikil
Rasakanlah kebahagiaan yang tak henti dialirkan dari hulu
Jangan sampaikan keluh pada tanah becek
Sampaikanlah salam pada hujan yang tak pernah tak rintik
Memberi kesuburan

Di kebun kelapa ini sayang…
Kita akan mandi gula

Ini sungguh momen luar biasa
Tak ingin henti kulepas rana
Hingga memori bergiga-giga

Karangasem,2008

Kamis, 03 April 2008

Gondrong is Not a Crime

Jika kita konsisten mempertahankan budaya ataupun tradisi nenek moyang kita maka kita harus gondrong!

Jika kita ingat dokumentasi-dokumentasi di buku-buku sejarah maka jelas sekali bagaimana budaya pendahulu kita dalam hal style rambut. Tonton saja film-film tentang negara kita di zaman kerajaan atau sinetron-sinetron yang mengambil setting pra-kolonial. Tentu saja si pembuat tidak melakukan riset yang terlalu sembarangan (walau sinetron sering riset sembarangan haha...). Perhatikan juga peranda-peranda dan pemangku-pemangku (orang suci) dimana gondrong adalah sesuatu yang bagi mereka sakral.

Bibiku, saudara ayah yang lebih tua bercerita bahwa pada zaman dia kecil semua laki-laki dewasa gondrong. “Cukur rapi” mulai membudaya saat dimulai zaman sekolah, dimana sekolah didirikan oleh Belanda. Jadi cukur rapi sebenarnya adalah budaya asing. Budaya yang berkembang di dunia militer yang terbangun barangkali zaman eropa kuno di Sparta yang sangat kontra dengan Athena. Di Sparta anak lelaki diwajibkan cukur cepak ala tentara sementara di Athena rambut boleh gondrong karena di Athena notabene orang-orang idealis yang tidak peduli keseragaman.

Namun kita tidak perlu terlalu konsisten dengan budaya nenek moyang ini karena untuk menerapkannya sangat mahal. Lebih baik uang lebih ditabung untuk siap-siap menghadapi kenaikan harga beras, minyak goreng dan gas daripada dihabiskan untuk merawat rambut (walau cuma pakai sampo). Kalau mau gondrong juga bukanlah sebuah kejahatan. (dap)

KCPSI, Bukan Hanya Bisa Menjadi Tukang Ojek Tapi Sopir Angkot!

Sehari setelah disahkannya Perubahan kedua atas UU No. 32/2004, di Denpasar dideklarasikan Koalisi Calon Perseorangan Seluruh Indonesia (KCPSI) Regional Bali. Hari itu menjadi sebuah perayaan bagi orang-orang yang terpecundangkan partai, karena dengan disahkannya UU tersebut berarti secara substansial tidak ada halangan bagi calon perseorangan untuk maju dalam pemilihan kepala daerah.


Begitu bersemangat orang-orang yang hadir disana. Orasi yang berapi-api oleh pembicara mengantarkan mereka terlarut dalam sebuah euforia kegembiraan merayakan kemenangan yudicial review yang dilakukan ke MK. Bagai sekelompok pasukan perang yang berada di benteng pertahanan terakhir namun akhirnya kembali bersemangat mengibarkan panji-panji karena memperoleh bantuan pasukan dan amunisi untuk melanjutkan kembali pertempuran.

Namun tak dapat tersembunyikan beberapa wajah gelisah di sudut ruangan. Barangkali ada pertanyaan baru yang akhirnya muncul di kepala mereka. Apa beda koalisi ini dengan partai secara esensial? Jika calon yang dipilih parpol dianggap sebagai calon yang terpilih demi kepentingan sekelompok orang lalu apakah calon-calon independen akan sanggup mewakili kpentingan yang lebih luas? Ataukah hanya akan menjadi semacam penyederhanaan jalan menuju pemilu tanpai harus capek-capek mendirikan partai terlebih dahulu?

Tak dapat dipungkiri sebagian besar masyarakat kita meragukan kredibilitas partai. Sehingga diterimanya calon perseorangan dalam pemilu merupakan angin segar bagi kegerahan masyarakat dalam berpolitik. Namun bagi saya tetap akan mengantarkan kita pada kondisi yang dilematis. Calon independen akan memberikan peluang bagi masyarakat untuk memilih calon yang dirasa mampu lebih menyalurkan aspirasinya. Bukan sebagai pemimpin yang dikendalikan parpol. Satu sisi hal ini akan berpengaruh pada disintegrasi. Seandainya calon independen pada akhirnya lebih dipercaya masyarakat maka akan sangat sulit melakukan sinkronisasi antar daerah dimana kebijakan parpol yang berskala nasional sudah tidak mendapat posisi tawar lagi. Masing-masing daerah akan membangun sesuai dengan kemauannya sendiri. Sesuai dengan kemauan pemimpinnya.

Satu hal yang lebih penting, semoga KCPSI tidak hanya menjadi terminal bagi pecundang-pecundang yang akhirnya berperan sebagai calo-calo politik. Jika itu terjadi maka sudah tak ada lagi bedanya dengan parpol. Bahkan KCPSI tidak hanya bisa sebagai tukang ojek yang bisa mengangkut satu penumpang tapi bisa menjadi sopir angkot yang sanggup memuat lebih banyak penumpang! (dap).

Rabu, 02 April 2008

"Saksimata, Klub Film Fakultas Hukum Unud Menggelar "S13ffest 2007 + Surabaya Romantaste" Roadshow

Saksimata, Klub Film Fakultas Hukum Unud Menggelar "S13ffest 2007 + Surabaya Romantaste" Roadshow

Setelah melalui perjalanan panjang roadshow di berbagai kota seperti Malang, Jogja, Purwokerto, Bandung, Jakarta, dan Jember, INFIS akan melanjutkan "S13ffest 2007 + Surabaya Romantaste"roadshownya di Bali sebagai roadshow terakhir. S13ffest 2007 adalah kompilasi film-film pendek hasil Surabaya 13 Minute Film Festival yang diadakan akhir tahun lalu. Sementara Surabaya Romantaste adalah kompilasi film-film pendek karya 13 sutradara muda Surabaya.

Screening akan diadakan nanti pada hari Minggu 6 April 2007 pukul 16.30 WITA bertempat di Aula Fakultas Hukum Universitas Udayana yang beralamat di Jl. Bali - Sanglah, Denpasar. Bagi para penggemar film di Bali semestinya tidak melewatkan kesempatan ini karena film-film yang akan diputar adalah film-film yang sangat inspiratif. Pada acara, yang digagas oleh Saksimata (Klub Film Fakultas Hukum Unud) ini, filmmaker-filmmaker Surabaya akan membagi pengalamannya dalam sebuah diskusi sehingga akan sangat bermanfaat bagi para filmmaker-filmmaker muda Bali yang ingin menambah ilmunya.

Jadi sebaiknya infokan pada semua kawan kalian, datang beramai-ramai karena ini gratis!
info: 08179723721 (dap)